Akhir Penantian Mak Fatimah




Sinar matahari pagi memaksa masuk dari celah-celah pepohonan. Burung burung berkicau kesana kemari di pekarangan rumah. Serta angin yang sejuk ditambah dengan pepohonan rindang dipekarangan rumah menambah lengkapnya suasana pagi di rumah mak Fatimah.
Mak Fatimah adalah seorang janda, suaminya telah lebih dahulu di panggil ilahi meskipun begitu mak Fatimah masih merasa bahagia karena dua anaknya Taufiq dan Yasman masih berada disampingnya untuk menjaga dan berbagi cerita dengannya.
Mesikpun hidupnya jauh dari kata cukup, mak Fatimah berusaha untuk bekerja memenuhi kebutuhan dia dan kedua anaknya. Sebelum fajar menerangi bumi, mak Fatimah sudah bangun menyiapkan makanan untuk kedua puteranya dan bergegas pergi bekerja di sawah milik pak Haji Joko yang letakanya cukup jauh dari rumah mak Fatimah.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun seperti kayu dimakan oleh rayap ini yang mak Fatimah rasakan. Tubuhnya habis dimakan usia. Tenaganya sudah mengendor. Tulang-tulang lengannya semakin rapuh dan napas yang tersengal-sengal. Sadar dengan keadaan ibunya yang sudah tidak muda lagi Taufiq memutuskan untuk merantau ke negeri orang mencari peruntungan.
“Apa tidak bisa kerja disini saja nak dari pada harus kerja di negeri orang?” tanya mak Fatimah
“Iya bang pekerjaan disini masih banyak tak usalah repot-repot pergi ke luar apa abang tidak kasihan dengan keadaan mak?” sela si bungsu
“Mak, cari kerja disini susah dan untungnya pun tidak besar. lihat bang Aryo baru beberapa bulan kerja di Hongkong pulang sudah bisa membeli motor. Taufiq melakukan ini juga demi mak dan Yasman” Jawab Taufiq
“Disana jauh dangan keluarga dan kerbat bagaimanan kalau terjadi sesuatu dengan mu nak?”
“Tenang saja mak, Taufiq akan berhati-hati mak tidak usah khawatir.” Jawab Taufiq dengan lembut.
Dengan berat hati akhirnya mak Fatimah merestui anaknya untuk merantau..
“Terimakasih mak Taufiq janji akan membahagiakan mak dan Yasman doa kan Taufiq agar berhasil.”
“Iya nak, doa mak selalu menyertai langkahmu. Hati-hati disana jaga kesehatan dan berjanjilah kau akan pulang dan memberi kabar kepada mak.”
“Iya mak Taufiq janji!” jawab Taufiq dengan tegas
“Yasman berjanjilah kau akan menjaga mak!” tanya Taufiq
“Iya bang Yasman janji akan menjaga mak.” Jawab Yasman
“Ya sudah Taufiq pergi dulu, assalamualaikum”
“Walaikumsalam” jawab mak dan Yasman

Beberapa bulan pertama, Taufiq sempat memberi kabar tentang keberadaannya di sebuah kilang(perusahaan) di pinggiran Singapura. Tapi hampir setahun lebih, Taufiq tak pernah terdengar lagi kabarnya. Mak Fatimah pun sangat sedih, ia tak selera makan tubuhnya pun kurus dan sering sakit-sakitan
“Mak makan dulu” tanya Yasman
“Kamu saja mak tak selera makan.” Jawab mak Fatimah dengan lemas
“Ayo mak kita makan Yasman tak mau melihat mak sakit.” Ajak Yasman
Mak Fatimah tidak menjawab dan langsung memejamkan kedua matanya. Melihat keadaan ibunya yang sakit-sakitan, Yasman bertekad untuk pergi mencari kakaknya.
“Mak, Yasman ingin pergi mencari abang ke Singapura.” 
Mak Fatimah kaget dan melarang anak bungsunya itu untuk pergi ke Singapura.
“Tidak! Mak tidak izinkan kamu pergi kesana!”
“Tapi Yasman tidak tega melihat mak sakit-sakitan menunggu abang pulang.”
Setelah mereka beradu argumen akhirnya Mak Fatimah mengizinkan Yasman untuk pergi menyusul kakaknya. Yasman pun berjanji akan segera pulang jika sudah mengetahui kabar kakaknya. Akan tetapi, di Singapura ia tidak pernah menemukan kakaknya. Alamat yang pernah diberikan oleh Taufiq pun di datanginya, namun keberadaannya tak ada. Di tanyainya pemilik kostan tersebut ternyata Taufiq sudah pindah beberapa bulan yang lalu tak jelas pindah kemana.
Bukan kembali ke kampung halamannya Yasman lebih memilih ikut temannya pergi kerja ke Malaysia. Tak beda jauh dengan Taufiq, beberapa bulan pertama ia masih berkirim kabar, tetapi akhirnya ia pun tak jelas rimbanya.
Kepergian kedua anaknya membuat Mak Fatimah merasa kehilangan. Kasih sayang yang telah mereka berikan kepada anak-anaknya seolah tidak ada artinya. Padahal mak Fatimah dan suaminya tidak meminta balasan apapun. Yang diharapkan keduanya hanyalah kehadiran mereka.
Setelah kepergian suami dan kedua anaknya  menorehkan kesedihan kepada perempuan tua itu. Jika hari-hari kemaren ia masih bisa berbagi beban kepada anak-anaknya, kini ia harus menghadapi persoalan hidup sebatang kara. Apalagi ia tak punya sanak famili di kampung itu, karena ia dan suaminya sebenarnya perantau.
Mak Fatimah menghabiskan waktu senjanya di kursi tua yang sudah reot berzikir dengan tasbih sembari menunggu kedua anaknya pulang. Mak Fatimah sempat melamun dan membayangkan, seandainya saja anak-anaknya berada di sampingnya mungkin ia tidak merasa kesepian.
Inilah akhir dari penantiannya. Harapan akan bertemu dengan kedua anaknya pun tak dikabulkan oleh Sang Pencipta. Mak Fatimah ditemukan tetangganya meninggal dunia dalam keadaan memakai pakaian shalat dan tangan kanan yang memegang tasbih. Innalillahi wa innailaihi rojiun..

Komentar

Postingan Populer